Jumat, 16 Desember 2011

Sembul

Perlahan memperbaiki hidup. Perlahan meninggalkan segalanya

Sabtu, 12 November 2011

Saya, jengkol dan pete

Entah kenapa jenis makanan yang sangat gue suka yaitu jengkol ama pete jarang sekali disukai anak muda. Gue juga ngelihat banyak bocah bocah yang dibilang gaul keturunan berduit jarang yang suka makanan begituan. Gue emang ngakuin efek dari makan jengkol ama pete itu bau yang kurang sedap apalagi kalo buang air bau pesingnya pasi keluar. Tetapi gue tetap bakalan makan jengkol ama pete.hahaha

Kalo Nyokap ama adik-adik gue ngebenci jengkol ama pete. gue sendiri kaga tau sebabnya kenapa. Kalau adik ade gue mungkin efek keturunan nyokap. Tapi kalo dirumah gue masih punya temen sesama penyuka pete jengkol yaitu bikap. Kalo makan mesti ngumpet ngumpet sih tapi. mau gimane kan daripada kena semprot nyokap. hahaha

nikmatin jengkol ama pete itu cukup pake sambel doang kalo gue. Tapi dijadiin apapun jengkol ama pete itu tetep makanan favorit gue :p

Senin, 07 November 2011

Rekayasa

setengah kematian yang datang menumpang diam dengan wujud kemayu. ia pakai bedak yang dipinjami dari lelaki yang dipatok otaknya. kelingkingnya sama sekali utuh, yang memotong pun tak bakal tega.
giginya mungkin rapuh, bekas makanan banyak nyangkut sebab omongannya meminta.
hanya sedikit gunung saja sumpahku. nanti syukurku juga dua gengam gunung, kalo sampai ia sadar terpental dari tindihan tanah hidupnya.
gigiku tak pernah mengkilat tertembus lampu, atau kering terkena kipas angin. bodohnya aku tak tersengat malah ingin menyengat.

Rabu, 02 November 2011

Jejeg

Kelahiranku terbuang antara timur yang tak jauh dan barat tak berpusat. Bahasaku berpagut sejarak mata kakekku.

Sabtu, 02 April 2011

Eksposisi Kota Tua - bersama Ahmad Dja'far Sudjatmiko-

"Apa yang kau pikir tentang kota tua ini?"
Kau diam menutup tugu hati
Ditegakkan sejarah, seorang raja raksasa
Potretnya terpaku di ruang
Tidur dan mimpimu

Dan pohon nenekmoyang ditanam ditengah kota
memaksa berubah di sanubari manuspa kita
"Jika kelak musim memilih tiba
kalian mesti memetiknya!"begitu seru serdadu
Lalu kita pun terus menyusuri jejak
jilatan matahari kota
Jiwa yang gersang namanya
Dilecut tahun dan sia-sia

"Apa yang kau pikirkan tentang kota tua ini?"
Kau menduga "Ini sebuah kuburan raksasa yang
Dipenuhi nisan serta berhala"
"Ya. Dan pohon nenekmoyang itu memaksa
Menghisap segala di sekitarnya!" kita lalu
menghibur diri dengan menatap langit
Lalu tahu bulan sabit akan jadi senjata
Dan purnama

( Abdul Wachid BS, 1990 )

tatoo

Apalagi yang mesti tertulis? Di goa itu semua makanan telah habis untuk mereka yang serakah. Apalagi yang mesti tertulis? Di perut mereka..
Nama Tuhan tinggal bagian batang. Apalagi yang mesti tertulis? Di jalanan kebulan asap semakin membumbung. apalagi yang mesti tertulis?
dan yang pantas untuk tertulis hanya engkau! Kekasih dari setiap kekasih murni!

panas

manusia pembangkang magis. melampari matari dengan daun. bukannya reda malah tambah gila.

Jumat, 01 April 2011

Kau kematianku

Mataku di seberang matamu
Kita tak pernah bertatap
Kita menyatu
Bibirmu di seberang bibirku
Kita bercumbu meski lain dunia
Kita menyatu
Tubuhku di depanmu
Kita bercinta dalam genggaman Tuhan

Benang

Ingin aku menutup mataku dengan 5 helai benang
Yang kau rajut saat tanganmu teriris pisau dapur
Biar aku bisa mengambilmu dari imaji mereka
Sayang...
Sayang..
Ketika kau membuka pintu nanti
Aku bertanya
"Apakah itu kau yg pulang selarut ini kekasih?"
Aku beranjak dan bangun...
Mengecupmu....

aku sendiri


Aku sendiri di savana yang telah ku kenal lama

hampa


Hanya sebuah foto iseng ketika mendaki Gn.Rinjani

apa??

Semut dan lebah berburu madu, kura-kura tertelungkup malu
Apa yang terjadi?

Untukmu Penjilat

Kemarin kau punggungi aku
Berjalan di depanku, meludah
Tak apalah, sekali mukaku tak lebam
Lama aku diam, kau anggap aku sampah
Jijik tanganmu memungutku
Sekali lagi aku tersenyum puas
Sekarang kau memujiku sampai kering liurmu
Copot tulangku, bawa pergi!!!
Bukankah anjing suka menjilat tulang???

itu

Hujan turun dengan titik gemercik berpadu menjalar ke hati meresap riang tak terkira

Sepi (dari sebuah judul Cerpen SGA)

Tertawa,
ceria,
HIlang......
Sepipun menari di tepi hari

Kawan (untuk Suryadi)

Tak ada yang lebih bersahabat dari pada malam

Untukmu penindas

Kau kenal tanah ini
Dari nenek moyangmu untukmu
Kau akan membela yang di bawah
janjimu itu
Siapkan darah kotor penumpas busuk
Kau tahu mereka terkapar
Hilang lunak tulang dan cecer darah
Kau ajar aku berjuang
Menentang penindas
Kau pasang sendiri kawat pembunuhmu
kau yang menindas

khayal

Sewajarny waktu
ini akan datang
merayu dan mengusik
datangkan bayang tapi buram
buram pun indah jika bisa kita resapi
aku merasa sendiri dengan rasa
indah dalam khayal

Awan

Biarkan yang indah tetap di kayangan
Tanpa sentuhan lebih baik
Aku tetap dibumi
Menginjak dan lekat

Seorang lelaki dan Tuhannya

Dan akhirnya, semua telah terpampang jelas di dinding. Wajah kusut kusam tak beraturan yang ada menemaninya. Mereka itulah seribu wajah penyesalan.

Sambil memegan botol bir dia menggumamkan penyeslannya"Aku salahkan api,hujan,matari,rembulan, angin, daun, dan dirku yang terpuruk".

Berputar-putar ia mengelilingi ruangan dengan memegang sebotol bir yang sudah habis isinya.

"Tuhan tak perlu ikut disalahkan!sudah lelah aku mengutuknya puas".

Kemudian ia diam berfikir melamun. "Tapi,siapa aku ini yang meratap?bukankah aku mendekati malaikat?"

"Hahahaha.aku...."

Masih ada seribu bibir yang akan menggelegar.



Botol kosong yang sedari tadi digenggamnya terlepas dari tangannya. Pecahannya berserakan. Entah apalagi yang ia pandang di dinding. Raut mukanya berubah kerut, pucat ketakutan. Lama ia pandangi dinding itu. Ada sesuatu yang baru pertama kali ia lihat. Dengan gemetar ia menunjuk ke dinding berteriak mengutuk.
"Kau setan!!! Kau fikir, kau bisa menipuku, hah!!?"